Beberapa waktu lalu, saya menghadiri pernikahan salah seorang teman wanita, Adel nama samarannya. Adel menikah dengan seorang pengusaha asal Kalimantan. Adel begitu memuja pria yang kini telah berhasil didapatkannya. Saya turut berbahagia dengan pernikahan Adel, namun disatu sisi saya merasa sedih. Kenapa Adel si wanita cerdas berparas manis itu berkali – kali gagal membina hubungan rumah tangganya?
Sandi, nama samaran bocah lelaki berusia 4 tahun yang menggemaskan adalah anak Adel dari pernikahan keduanya. Sandi bukanlah anak yang ceria seperti anak kecil biasanya. Sandi begitu pendiam dan hanya mau berdekatan dengan orang dewasa yang membuatnya nyaman. Tentu saja, saya adalah orang dewasa yang termasuk kedalam kategori itu :))
Sepanjang acara resepsi pernikahan Ibunya, Sandi telihat murung. Tak ada senyuman yang terbit diwajahnya. Dia hanya diam memandangi Ibu dan Ayah barunya yang berbahagia dipelaminan.
“Kak, kenapa sih Ayah aku ganti – ganti?” Tanya Sandi.
Sebuah pertanyaan yang berhasil membuat hati saya terguncang, lidah kelu serta air mata yang perlahan menggenang. Saya tahu bahwa anak – anak memang memiliki pertanyaan – pertanyaan yang tidak terduga. Namun, pertanyaan itu bukan sekedar pertanyaan tak terduga, tapi juga menyakitkan –setidaknya begitu bagi saya pribadi. Tak ada jawaban yang mampu saya berikan pada Sandi. Hanya sedikit mempererat genggaman tangan yang bisa saya lakukan pada bocah lelaki malang itu. Saya tidak tahu ada berapa banyak anak – anak diluar sana yang bernasib sama atau mungkin saja lebih menderita daripada Sandi. Bayangkan saja, Ibu nya telah menikah untuk ke- empat kalinya di usianya yang belum lama ini menginjak angka 26 tahun. Ketika saya bermimpi untuk pergi berkeliling dunia menggelar pameran lukisan, Adel bermimpi dengan sederhana dan juga mulia ; Menikah di usia muda.
Iya, wanita yang memimpikan menikah di usia muda tentu saja bukan hanya Adel, mungkin hampir seluruh wanita memimpikannya. Sebelum kita berangkat lebih jauh, mari kita lihat definisi Nikah terlebih dahulu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Nikah adalah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.
Nikah menurut lughat (bahasa) adalah kumpul, sedangkan menurut Syara’ adalah aqad yang menyimpan diperbolehkannya wath’i (berhubungan suami istri).
Dalam kitab I’anah atthalibin, Muhammad Syata ad-Dimyati menjelaskan bahwa Nikah menurut bahasa ialah berhimpun atau berkumpul.
Secara definisi, nikah adalah suatu proses yang mudah, indah dan jauh dari kata ribet. ‘Nikah itu ribetnya pas proses lamaran sama resepsinya aja’ komentar seorang teman saya yang selalu berharap saya cepat menikah *lol*
Ketika konsep menikah saya adalah sekali untuk seumur hidup, maka saya tidak akan pernah terburu – buru untuk melaksanakannya. Sejujurnya, konsep menikah sekali seumur hidup itu sulit terwujud di jaman sekarang. Mengapa? Karena pernikahan telah bergeser menjadi sebuah pilihan hidup dan pelengkap fasilitas hidup yang bisa diganti – ganti bila sudah tidak cocok.
Hmm.. berbicara lebih lanjut tentang menikah di usia muda, saya mencari di Google tentang batasan minimum seseorang untuk menikah. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), seorang wanita akan lebih siap menikah diatas usia 20 tahun dan pria disarankan menikah di usia 25 tahun. Alasannya, karena usia tersebut dianggap lebih matang secara mental. Pertanyaannya ; Jika lebih matang secara mental, mengapa pernikahan di usia muda menjadi penyumbang angka perceraian tertinggi?
Beberapa teman saya sering sekali membagikan link pada saya melalui Line dan WA tentang keutamaan menikah muda, manfaat menikah muda, keuntungan menikah muda dan mitos – mitos lain yang menyuntikkan racun kehidupan. Saya tahu mereka khawatir jika saya bisa saja mati membusuk dalam perekonomi yang tidak stabil. Sayang, mereka tidak paham bahwa saya tidak mau menikah dengan tujuan sebagai jaminan hidup 😀
Ketika kamu memutuskan menikah sebagai jaminan hidup yang dirasa lebih baik, maka sebenarnya kamu tengah melaju menuju kecelakaan. Pikirkan, ketika kamu bergantung hidup pada seseorang, maka kamu akan terpaksa melakukan apapun yang diharuskan oleh dia –tempatmu bergantung. Diam – diam kamu akan merasa tersiksa, tapi kamu tidak bisa menjerit ataupun memberontak. Kamu hanya mampu menekan semua sakit itu, karena kamu tidak bisa melakukan apa – apa tanpa tempatmu bergantung.
Bagus!
Teruskanlah karena sesungguhnya kamu sedang merakit bom bunuh diri. Bom yang akan meledak suatu waktu, seiring dengan terkikisnya kesabaran yang kamu punya dan ketika bom itu meledak, apa yang menurutmu akan terjadi?
Dalam e-book 7 Kesalahan Wanita yang ditulis Lex dePraxis terdapat tiga akar masalah yang mempersulit wanita. Akar masalah pertamanya adalah Wanita Diracuni Media. Secara tidak kita sadari, media telah meracuni pikiran kita. Membuat kita terlena dengan buaian topik yang menjanjikan kebahagiaan. Entah berapa banyak artikel yang memaparkan keuntungan dan juga manfaat dari menikah muda. Entah sudah berapa banyak orang yang telah kamu temui untuk berdiskusi, membahas tentang menikah muda.
Saya dan kamu mungkin tidak asing lagi dengan alasan – alasan ‘mengapa menikah muda’ dibawah ini. Namun, tidak ada salahnya jika kita bertukar pikiran tentang alasan – alasan manis itu kan 😀
Supaya usia dengan anak tidak terpaut jauh / biar disangka kakak adek sama anak, alasan terpopuler yang saya dapatkan dari lingkungan saya. Jujur saja, saya tidak mengerti mengapa wanita yang memiliki anak tidak ingin terlihat lebih tua dari anaknya? Sebegitu berdosanya kah menjadi tua, ketika tua adalah sebuah kepastian?
Iri pada teman yang sudah menikah. Ketika iri dengki adalah penyakit hati yang harus kamu hilangkan, kamu malah iri pada temanmu yang sudah menikah? Walah… saya sama sekali tidak menduga akan ada orang yang terjangkit penyakit hati dalam hal menikah. ‘Mau sekolah ga ada biaya, ngelamar kerja belum ada yang nyaut. Yaudah, nikah aja. Toh, sama – sama diem dirumah. Kamu liat ga, si A setelah menikah, kehidupannya jadi lebih baik lagi. bisa pergi kesana sini. Belanja ini itu’ cerocos seorang teman yang membuat saya seolah sedang bermimpi buruk. Sepertinya dia lupa bahwa apa yang kita lihat belum tentu keadaan yang sebenarnya.
‘Menikah muda lebih baik, jika untuk menghindari perzinahan’ adalah alasan berikutnya dari lingkaran perteman saya. Alasan ini mencangkup jauh lebih luas lagi karena, berkaitan dengan kepercayaan. Bagi saya pribadi orang yang beralibi seperti ini adalah orang yang nafsuan. Kenapa? Karena, menghindari perzinahan saat berpacaraan itu bisa dengan selalu menghadirkan ayah / ibu / adek / kakak/ kakek / nenek /orang se-kampung ketika kencan. Risih? Gak nyaman? Memangnya kamu pacarannya mau ngapain?
Kalau udah ngerasa cocok buat apa pacaran lama – lama, alasan ini biasanya lebih sering diutarakan oleh orangtua yang khawatir anaknya mendekati perzinahan atau ingin segera menimang cucu dan melepaskan tanggungjawabnya sebagai orangtua. Makanya, gaya pacarannya jangan bikin khawatir donk~
Tabel usia pernikahan dalam sudut pandang ekonomi dan masa depan, apakah kamu pernah lihat tabel itu? Tabel estimasi usia anak pertama berdasarkan usia pernikahan yang terbagi menjadi 4 kategori : Ideal, cukup, waspada dan siaga. Wah.. Saya harap kamu tidak terpacu menikah hanya karena, estimasi usia anak pertama dan usiamu ketika anak kamu melakukan setiap fase penting dalam hidupnya. Betul, sebagai orangtua kita perlu memikirkan biaya untuk membesarkan anak-anak, tapi apakah yang anak-anak butuhkan hanya terbatas pada materi?
Untuk ibadah, mengubah dosa menjadi pahala, sunah Rasulullah SAW, dan yah.. masih banyak alasan yang menjurus kearah kepercayaan.
Dari sekian banyak alasan / keuntungan / manfaat dari menikah di usia muda, alasan paling tidak masuk diakal adalah dengan menikah muda kita bisa membentuk kedewasaan bersama, seiring dengan berjalannya waktu. Ini adalah alasan yang paling sulit untuk diterima, karena bertolak belakang dengan fakta yang ada.
Saya berikan dua fakta berdasarkan survey yang dilakukan oleh pemerintah :
1. Dalam pasal 7 ayat 1 UU perkawinan no. 1 / 1974, batas usia menikah bagi perempuan ialah 16 tahun dan pria 19 tahun dan kamu harus peduli tentang pernikahan usia muda ini. Kenapa? Karena, berdasarkan pengamatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dari data di Kantor Urusan Agama, jumlah perceraian akibat pernikahan di usia muda mencapai 50%.
2. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ), Fasli Jalal, menyatakan bahwa mayoritas pernikahan di usia muda biasanya akan berujung pada perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan masih banyak lagi permasalahan lainnya. Pernikahan dini juga turut menjadi faktor penyumbang tinggi angka kematian ibu akibat persalinan yang terlalu muda. (dikutip dari Jurnal Perempuan )
Ketika pernikahan di usia muda adalah penyumbang angka perceraian tertinggi, kamu masih ingin menikah muda? Menikah di usia muda dan berlanjut hingga tua, memang bisa terwujud, asalkan kamu menemukan pasangan yang tepat. Pasangan yang tepat bagi saya adalah pasangan yang mampu mengaplikasikan lingkaran 5K (Komitmen, Kepercayaan, Komunikasi, Kompromi, Keintiman) dalam hidupnya. Lingkaran 5K ini perlu dipelihara semuanya untuk menjaga salah satunya bertumbuh. Kalau kamu penasaran dengan lingkaran 5K ini, silahkan kunjungi Kelas Cinta atau bisa juga mengajukan pertanyaan pada twitter @kelascintacom, @hitmansystem @LovableLadies.
Dan mari kita kembali melihat kasus Sandi dan teman – teman senasibnya. Mereka adalah korban sebenarnya dari kesepakatan terburu – buru yang diambil ibu dan ayahnya untuk menikah di usia muda yang berlandaskan cinta semata.
Baiklah, dalam kasus Sandi ini kamu bisa mempersalahkan Adel yang berkali – kali gagal mempertahankan rumah tangganya, sehingga menimbulkan kebingungan pada Sandi, anak dari pernikahan keduanya.
Lalu, bagaimana dengan anak – anak lain yang merupakan korban perceraian dari kedua orangtuanya yang ngebet nikah karena, merasa sudah umurnya / sudah mapan / sudah siap / sudah tidak tahan dan sudah – sudah lainnya? Silahkan kamu ketik ‘Jeritan hati anak – anak korban perceraian’ di google. Jika kamu kebetulan mengenal seorang anak yang orangtuanya bercerai, tanyakan pada mereka ; Apa yang mereka rasakan ketika orangtuanya sebelum dan sesudah berpisah? Tanyakan betapa mengerikannya perdebatan – perdebatan orangtuanya disetiap malam, saat mereka hendak bermimpi indah.
Silahkan kamu bertanya pada para psikolog / psikiater/ relationship coach / siapapun dia yang tenggelam dalam dunia konsultasi permasalahan hidup yang kamu percayai mengenai ; Berapa banyak orang yang berkonsultasi setelah menikah / bercerai? Berakar dari manakah masalah mereka muncul?
Dear you…
Pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Didalamnya tidak hanya berisi kamu dan pasanganmu saja. Masih ada keluargamu dan juga keluarga pasangan yang harus kamu jaga. Jangan lupakan, pernikahan itu akan menghasilkan generasi penerus yang harus kamu bina sekaligus persiapkan kelangsungan hidup mereka dengan sebaik mungkin. Karena itu, pernikahan harusnya dilaksanakan jika keduanya telah siap secara psikis dan juga fisik. Kamu dan pasangan juga wajib bin kudu untuk terus belajar.
Sebagai referensi, kamu bisa mengunjungi :
http://kelascinta.com/relationship/17652 http://kelascinta.com/romansa/sebelum-menikah-di-usia-muda
http://kelascinta.com/relationship/5-alasan-sebaiknya-tak-nikah-muda
http://m.kompasiana.com/zhaly/7-mitos-seputar-menikah-muda_551256dfa33311e656ba8371
Sebagai penutup, saya harap kamu tidak membandingkan kasus pernikahan saat ini dengan pernikahan orang tua di jaman dulu. Karena, sesungguhnya hal itu hanya menimbulkan kekecewaan dan membuatmu memelihara kedunguan yang berakhir dalam kenestapaan. 😉
NB : Tulisan ini pindahan dari blog satu yang sudah di tutup XD